Menjaga Perasaan Orang Lain

Ketika berinteraksi dengan orang lain dalam pergaulan sehari-hari, baik dengan keluarga, sahabat, rekan di tempat kerja atau dengan siapa saja kita harus mengedepankan akhlaqul karimah yaitu akhlak mulia sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah SAW, agar tali silaturrahmi, hubungan kita dengan sesama dapat terus terjalin dengan baik. Salah satu akhlaq yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW adalah bagaimana seharusnya menjaga perasaan orang lain.

Marilah kita simak kisah inspiratif berikut ini.

Pada suatu ketika, datanglah seorang miskin untuk bertamu kepada Rasulullah SAW dengan membawa hadiah semangkuk buah anggur. Rasullullah SAW pun menerima hadiah dari si miskin tersebut dan mulai memakannya.

Biasanya, Rasulullah SAW selalu berbagi memberi makanan kepada para sahabat jika ada orang yang memberi sedekah dan Beliau sendiri tidak ikut makan. Sementara jika ada orang yang memberi hadiah, Rasulullah juga berbagi dan memberi kepada para sahabat dan Beliau pun turut makan bersama para sahabatnya.

Namun kali ini berbeda, Beliau memakan dan menghabiskan sendiri hadiah pemberian orang miskin tersebut. Rasulullah pun mulai memakan buah pertama lalu tersenyum kepada orang tersebut. Kemudian Beliau mengambil buah kedua dan memakannya lalu tersenyum kembali kepada si miskin tersebut.

Orang yang memberi anggur itu terlihat sangat senang, serasa terbang bahagia karena melihat Rasulullah menyukai hadiahnya. Sementara para sahabat melihat Beliau dengan penuh rasa heran. Tak biasanya Rasulullah SAW makan sendirian tanpa berbagi dengan para sahabatnya.

Satu per satu anggur itu diambil oleh Rasulullah dengan selalu tersenyum, hingga semangkuk anggur itu habis tak bersisa. Para sahabat semakin heran dan orang miskin itu pulang dengan hati penuh bahagia karena Rasulullah SAW sangat menyukai hadiahnya.

Lalu seorang sahabat dengan penuh keheranan bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak mengajak kami ikut makan bersamamu?”

Rasullullah pun tersenyum dan menjawab: “Kalian telah melihat bagaimana wajah bahagia orang itu dengan memberiku semangkuk anggur. Dan ketika aku memakan anggur itu, kutemukan rasanya masam. Dan aku takut jika mengajak kalian ikut makan denganku, akan ada yang menunjukkan sesuatu yang tidak enak hingga merusak kebahagiaan orang itu.”

Demikianlah kebesaran dan kelembutan hati Rasulullah SAW dalam menjaga perasaan orang lain. Apalagi yang mampu kita ucapkan ketika melihat akhlak dan budi pekerti beliau, sungguh benar Firman Allah SWT yang berbunyi:

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٖ 

Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (QS Al-Qalam: 4).

Untaian Hikmah 

Kisah singkat tersebut menggambarkan bahwa Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita bagaimana menjaga perasaan orang lain, dengan menjaganya dari lidah dan perilaku kita.

Banyak orang ketika berbicara, karena tidak pandainya memilih kata dan kalimat yang baik, maka yang keluar adalah kalimat yang menyakitkan, membuat orang tersinggung, antipati bahkan mungkin marah. Maka hal yang terbaik di kala kita tidak pandai berbicara dengan baik adalah diam, sebagai mana kualitas orang yang diam itu sama dengan emas, yang banyak bicara dinyatakan sebagai logam.

Rasulullah sendiri dengan tegas melarang kita banyak bicara yang sia-sia.

“Janganlah kamu sekalian memperbanyak bicara selain berdzikir kepada Allah, sesungguhnya memperbanyak perkataan tanpa dzikir kepada Allah akan mengeraskan hari, dan sejauh-jauh manusia adalah yang hatinya keras.” (HR. Turmudji)

Kita lihat banyak orang berbicara tapi ternyata tidak mulia dengan kata-katanya. Banyak orang berkata tanpa bisa menjaga diri, padahal kata-kata yang terucapkan harus selalu dipertanggung-jawabkan, yang siapa tahu akan menyeretnya ke dalam kesulitan. Sebelum berkata, kita yang menawan kata-kata, tapi sesudah kata terucapkan kitalah yang ditawan kata-kata kita.

Rasulullah bersabda: “Barangsiapa memperbanyak perkataan, maka akan jatuh dirinya. Maka barangsiapa jatuh dirinya, maka akan banyak dosanya. Barangsiapa banyak dosanya, maka nerakalah tempatnya“. (HR. Abu Hatim).

Dari diri kita yang paling harus dijaga dalam bergaul dengan sesama teman adalah lidah kita. Tidak sedikit orang celaka karena tidak mampu mengontrol perkataannya.

Mu’adz bin Jabal r.a. diajarkan langsung tentang hal itu oleh Rasulullah SAW. “Sukakah kamu jika aku beritahukan apa yang menguasai (mencukupi) itu semua?” Mu’adz menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah SAW.” Rasulullah SAW. bersabda, “Tahanlah olehmu ini!” Rasulullah SAW. menunjuk lidahnya. Mu’adz berkata, “Wahai Nabiyullah, apakah kita akan dituntut dengan apa yang kita ucapkan?” Rasulullah SAW. menjawab, “Celakalah kamu, wahai Mu’adz, bukankah manusia dapat tersungkur ke dalam neraka hanya karena kata-kata yang keluar dari lidahnya?

Karena itu, dengan menjaga lidah bukan hanya menyelamatkan diri dari kemarahan orang yang mendengar, tetapi juga menyelamatkan dari siksa neraka. Sahal bin Sa’ad Al-Sa’idi r.a. berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang menjamin (memelihara) untukku apa yang ada di antara kedua kakinya dan apa yang ada di antara kedua janggutnya (lidahnya), aku menjamin baginya (masuk) surga.” (Bukhari).

Beberapa Tips

Agar kita terhindar dari beberapa malapetaka atau karma karena menyakiti perasaan orang lain, berikut ini beberapa kiat atau cara untuk menjaga perasaan orang lain dalam pergaulan, diantaranya adalah;

(1) Jangan Mengolok-olok (‘Adamus sukriyah)

Agar ukhuwah terjaga dengan baik maka masing-masing muslim jangan saling mengolok-olok sebagai mana firman Allah memperingatkan:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا يَسۡخَرۡ قَوۡمٞ مِّن قَوۡمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُواْ خَيۡرٗا مِّنۡهُمۡ وَلَا نِسَآءٞ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيۡرٗا مِّنۡهُنَّۖ وَلَا تَلۡمِزُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَلَا تَنَابَزُواْ بِٱلۡأَلۡقَٰبِۖ بِئۡسَ ٱلِٱسۡمُ ٱلۡفُسُوقُ بَعۡدَ ٱلۡإِيمَٰنِۚ وَمَن لَّمۡ يَتُبۡ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ 

Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim” [Al-Hujurat 49;11].

(2) Jangan mencela (Adamul Lamz)

Perbuatan suka mencela dapat memicu kerusakan ukhuwah (persaudaraan), untuk itulah seorang muslim dengan muslim lainnya tidak mencela saudaranya yang intinya mencela diri sendiri. “dan janganlah suka mencela dirimu sendiri”

(3)  Meninggalkan panggilan buruk (Tarkut Tanabutz)

Nabi Muhammad memberikan nama panggilan yang  baik kepada sahabatnya seperti kepada Abu Bakar dengan panggilan Ash Shiddiq artinya orang yang dapat dipercaya, kepada Khalid bin Walid beliau menyebutnya Saifullah artinya pedang Allah karena Khalid sangat jago memainkan pedangnya dalam peperangan, untuk itulah maka kita harus meninggalkan panggilan buruk kepada saudara kita. “dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman “

(4.) Berbaik sangka (Husnudzon)

Menjadi orang yang berbaik sangka adalah salah satu sikap untuk memelihara ukhuwah, bila  sikap buruk sangka yang tertanam dalam hati maka akan mencurigai semua orang.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱجۡتَنِبُواْ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعۡضَ ٱلظَّنِّ إِثۡمٞۖ وَ لَا تَجَسَّسُواْ وَلَا يَغۡتَب بَّعۡضُكُم بَعۡضًاۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمۡ أَن يَأۡكُلَ يَأۡكُلَ لَحۡمَ أَخِيهِ مَيۡتٗا فَكَرِهۡتُمُوهُۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٞ رَّحِيمٞ 

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa.” [Al Hujurat 49;12]

(5).  Tidak mencari-cari kesalahan (‘Adamut Tajasus)

Kita punya lima jari pada tangan, dikala kita  menunjuk orang dengan satu telunjuk maka empat jari berikutnya menunjuk diri kita sendiri, demikian sebuah ungkapan yang disampaikan agar kita tidak mudah menunjuk kesalahan orang lain. “dan janganlah mencari-cari keburukan orang”

(6.)  Meninggalkan gunjingan (Ijtinalul ghibah)

Rasulullah menyatakan bahwa seorang muslim harus meninggalkan gunjingan (gosip), sahabat bertanya,”Kalau benar apa yang digunjingkan bagaimana ya Rasulullah?”, beliau menjawab, “itulah gunjing, kalau salah maka itulah fitnah”. “dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.”

Demikianlah, semoga kita termasuk orang yang pandai menjaga perasaan orang lain, dengan jalan menjaga perkataan dan perilaku kita sendiri.

Wallahu a’lam bishshowab.

———————————————————–

Written by: Imam Hanafie el-Arwany

Ilustration: IDN Times

 

NB:

~ Dimuat dalam Bulletin Jum’at “Ulul Albab” SMAN 1 Sangatta Selatan, Edisi 14 Tahun II/Jum’at, 10 Rajab 1438 H / 07 April 2017

Tulisan ini dipublikasikan di Akhlak dan tag , . Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *