Puasa Menempa Etos Kerja

Di kesekian banyak manfaat ibadah puasa yang ditinjau dari berbagai aspek, ada salah satu manfaat yang tak kalah penting dan sangat berperan dalam dunia kerja, yaitu manfaat ibadah puasa dalam membentuk etos kerja yang baik. Kaitannya dengan hal ini, pada hakekatnya ibadah puasa merupakan sarana untuk melakukan suatu upaya perubahan-perubahan, yaitu perubahan dari sikap ketidakpedulian menuju kepada sikap kepedulian; perubahan dari sikap ketidak-disiplinan menuju sikap kedisiplinan, perubahan dari sikap kecerobohan menuju sikap kehati-hatian, dan seterusnya.

Dengan demikian dapat kita katakan bahwa dalam dunia kerja inti ibadah puasa adalah keharusan adanya kemauan yang kuat dari kita pelaku puasa (shooim) untuk secara sadar melakukan hijrah dari perilaku kerja yang kurang baik menuju kepada terbentuknya kebiasaan atau perilaku kerja yang baik, yakni etos kerja yang produktif-profesional. Jika tak ada kemauan yang kuat dari kita untuk berhijrah, merubah perilaku kerja yang kurang baik menuju perilaku kerja yang baik, maka tentu kita tak akan mencapai hasil optimal, dan ini berarti pula kita tidak dapat merasakan nikmatnya ibadah puasa karena menganggap puasa hanya menambah beban dalam bekerja. Dalam hal ini, Allah SWT menegaskan: “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya. Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya) (QS. An-Najm: 39-40).

Sikap ideal di atas (hijrah dari perilaku kerja yang buruk) selanjutnya kita sebut dengan etos kerja yang baik. Jika kita melaksanakan ibadah puasa, tetapi di akhir puasa tetap saja kita tidak dapat merubah kebiasaan atau perilaku kerja yang kurang baik itu, maka kita dapat dianggap telah gagal melakukan “hijrah spiritual”. Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya menyindir: “Berapa banyak orang yang berpuasa yang tidak memperoleh apa-apa dari puasanya, selain lapar dan dahaga belaka” (HR. Ibnu Majah dan Nasa’i).

Kita dapat dipandang telah “sukses” melakukan hijrah spiritual melalui ibadah puasa dalam membangun etos kerja adalah apabila secara sadar kita telah memiliki persepsi positif tentang pekerjaan (dalam hal ini kita memakai konsep etos menurut Jansen H. Sinamo, Bapak Etos Indonesia) sebagai berikut:

Pertama, kita memiliki pandangan bahwa “kerja merupakan rahmat”. Apapun pekerjaan kita, apakah pengusaha, pegawai kantor, sampai buruh kasar sekalipun, adalah rahmat dari Allah SWT. Anugerah itu kita terima tanpa syarat, seperti halnya menghirup oksigen dan udara tanpa biaya sepeser pun.

Kedua, kia memandang bahwa “kerja merupakan amanah”. Apapun pekerjaan kita, pramuniaga, pegawai negeri, atau anggota DPR, semua adalah amanah. Pramuniaga mendapatkan amanah dari pemilik toko. Pegawai negeri menerima amanah dari negara. Anggota DPR menerima amanah dari rakyat. Etos ini membuat kita bisa bekerja sepenuh hati dan menjauhi tindakan tercela, misalnya korupsi dalam berbagai bentuknya.

Selanjutnya, Ketiga, kita memiliki pandangan bahwa “kerja merupakan panggilan”. Apapun profesi kita, perawat, guru, penulis, semua adalah darma. Seorang perawat memanggul darma untuk membantu orang sakit. Seorang guru memikul darma untuk menyebarkan ilmu kepada para muridnya. Seorang penulis menyandang darma untuk menyebarkan informasi tentang kebenaran kepada masyarakat. Jika pekerjaan atau profesi disadari sebagai panggilan, kita bisa berucap pada diri sendiri, “Saya bekerja yang terbaik!” Dengan begitu kita tidak akan merasa puas jika hasil karya kita kurang baik mutunya.

Keempat, kita berpandangan bahwa “kerja merupakan aktualisasi”. Apapun pekerjaan kita, semuanya merupakan bentuk aktualisasi diri. Meski kadang membuat kita lelah, bekerja tetap merupakan cara terbaik untuk mengembangkan potensi diri dan membuat kita merasa “ada”.

Kelima, kita memiliki pandangan bahwa “kerja merupakan ibadah”. Semua pekerjaan yang halal merupakan ibadah. Kesadaran ini pada gilirannya akan membuat kita bisa bekerja secara ikhlas, bukan demi mencari uang atau jabatan semata.

Keenam, kita berpandangan bahwa “kerja merupakan seni”. Apapun pekerjaan kita, bahkan seorang peneliti pun, semua adalah seni. Kesadaran ini akan membuat kita bekerja dengan nyaman seperti halnya melakukan hobi.

Ketujuh, kita memiliki pandangan bahwa “kerja merupakan kehormatan”. Seremeh apapun pekerjaan kita, itu adalah sebuah kehormatan. Jika bisa menjaga kehormatan dengan baik, maka kehormatan lain yang lebih besar akan datang kepada kita.

Kedelapan, kita berpandangan bahwa “kerja merupakan pelayanan”. Apapun pekerjaan kita, semuanya bisa dimaknai sebagai pengabdian kepada sesama.

Walhasil, Jika ibadah puasa yang kita lakukan sebulan penuh ini mampu membentuk pandangan positif kita tentang kerja seperti di atas, maka ibadah puasa kita telah sukses membentuk etos kerja yang baik. Dengan etos kerja yang baik akan mendorong prestasi kerja yang baik pula. Berkaitan dengan hal ini, Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan pahalanya:

Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal shaleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang melakukan pekerjaan(nya) dengan baik” (QS. Al-Kahfi: 30).

 

Written by: Imam Hanafie el-Arwany

Memo: 27 September 2006

Ilustrasi: penikmat rindu – Blogger

Tulisan ini dipublikasikan di Artikel Keislaman, Hikmah dan tag . Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *