A. Rafiq, Seniman Yang Konsisten

  • “Pandangan pertama awal aku berjumpa
  • Pandangan pertama awal aku berjumpa
  • Seolah-olahnya hanya impian yang berlalu
  • Sungguh tak kusangka dan rasa tak percaya
  • Gadis Secantik dia datang menghampiriku
  • Hampir-hampir aku tak sadar dibuatnya”

(A. Rafiq)

 

Syair lagu lagu di atas kali pertama saya dengar kira-kira di era 80-an, saat saya masih kelas satu sekolah dasar. Itulah salah satu lagu Melayu yang pernah ngetop yang saya dengarkan selain lagu-lagu penyanyi tenar pada masa itu, seperti Ida Laila, Elya Khadam, Rhoma Irama, Rita Sugiarto, Muchsin Alatas, Titik Sandora dan lain-lain. Pada masa itu teknologi elektronik untuk menikmati musik belum secanggih sekarang, belum ada yang namanya mp3, compact disk, atau DVD.

Saat itu untuk mendengarkan musik masih menggunakan tape recorder dengan kaset pita hitam sebagai media penyimpannya, atau melalui radio transistor yang stasiun pemancarnya masih didominasi RRI. Kadang-kadang karena belum punya tape recorder, saya suka menikmati lagu Pandangan Pertama itu via TOA yang kebetulan diputar pada saat ada hajatan pengantinan atau khitanan di kampung, di mana TOA pengeras suara itu diikat di atas pohon bambu setinggi kira-kira 7 meter, atau diikat di atas pohon yang tinggi agar suaranya terdengar seantero kampung.

Kadang-kadang pula untuk bisa menikmati lagu Pandangan Pertama itu sekaligus melihat bagaimana pemilik lagu itu bergaya menari sambil menyanyi, saya suka menontonnya di acara Aneka Ria Safari di TVRI (satu-satunya stasiun TV yang ngetrend saat itu), itupun layarnya masih hitam putih dan nontonnyapun masih di rumah tetangga karena televisi saat itu merupakan barang mewah yang di kampung hanya dimiliki oleh beberapa gelintir orang saja.

Meskipun minim teknologi elektronik sebagai media untuk menikmati lagu Melayu, lagu berjudul Pandangan Pertama itu sungguh membekas dan easy listening hingga saat sekarang. Mengenai lagu ini, sebenarnya bukan substansi syairnya yang saya nikmati, tapi lebih pada warna musik, jenis lagu, dan tentu saja gaya dan ekspresi penyanyinya.

Dialah A. Rafiq pemilik lagu tersebut. Penyanyi yang memiliki nama lengkap Ahmad Rafiq kelahiran Semarang, Jawa Tengah, 5 Maret 1948 ini selain dikenal sebagai penyanyi dangdut juga piawai menekuni bidang perfilman baik sebagai aktor maupun sebagai sutradara. A. Rafiq dikenal luas oleh masyarakat Indonesia sebagai penyanyi dangdut yang cukup terkenal. Lagu dangdutnya “Pengalaman Pertama” jadi top hit di pertengahan tahun 1978. Lagu tersebut dinyanyikan ulang oleh Nirina Zubir yang duet bersama Slank dan menjadi jalur suara film Get Married. Selain sebagai penyanyi dangdut, ia juga sempat bermain dalam beberapa judul film layar lebar bersama dengan Farouk Afero.

Dari kesekian penyanyi dangdut, A. Rafiq memiliki kekhasan yang berbeda baik dari segi warna suara sampai gayanya berpakaian yang mengadopsi style-nya Elvis Presley. Dari segi warna suara misalnya, sampai saat ini sepengetahuan saya belum ada penyanyi dangdut lain yang memiliki kemiripan dengan jenis suara yang dimilikinya. Berbeda dengan Rhoma Irama yang banyak penyanyi lain memiliki kemiripan.

Jenis suara A. Rafiq memiliki ciri khas tersendiri, merdu dan melengking. Sedangkan dari segi kostumnya, A. Rafiq setiap kali tampil membawakan lagu selalu konsisten dengan gaya berpakaian yang sama seperti awal-awal ketenarannya dengan celana komprang, ketat di paha dan lebar di tumit. Selain itu, dancing style-nya atau koregrafinya juga begitu-begitu saja, tidak banyak berubah. Inilah beberapa konsistensi A. Rafiq yang terus ia perankan hingga akhir hayatnya.

A. Rafiq adalah sosok seniman yang unik dan nyentrik tapi tetap konsisten di dunianya. Beberapa konsistensi A. Rafiq yang patut kita renungkan di antaranya adalah:

Pertama, hingga akhir hayatnya A. Rafiq konsisten berkecimpung di dunia seni, baik sebagai penyanyi, pencipta lagu, aktor, dan sutradara. Belum pernah di masa hidupnya ia mencoba peruntungan di dunia politik semisal sebagai anggota legislatif atau bahkan bermimpi untuk menjadi seorang presiden pun tak pernah terbersit di benaknya. Baginya seni adalah “jalan hidupnya” yang terus ia tekuni hingga akhir hidupnya.

Terbukti di akhir hidupnya ia masih sempat berencana mengeluarkan karyanya, menyanyikan lagu duet bareng putri bungsunya, Fairuz A. Rafiq namun belum sempat dipromosikan menjelang kewafatannya. Kalaupun berkecimpung dalam sebuah organisasi, ia masih tetap konsisten di jalurnya yakni saat ia menjadi Sekjen PAMMI (Persatuan Artis Musik Melayu Indonesia) dengan Rhoma sebagai ketua umumnya.

Kedua, konsistensi A. Rafiq yang bisa kita ambil pelajaran adalah keteguhan dan ketangguhannya dalam mengelola kehidupan rumah tangga. Semasa hidupnya A. Rafiq selalu konsisten menomorsatukan urusan rumah tangga di mana ia berperan sebagai imam yang menjadi teladan dan pengayom bagi anak-anak dan istrinya. Semasa hidupnya itu pula. A. Rafiq tak pernah melakukan poligami dan selalu setia mendampingi Aisyah A. Rafiq sebagai istri tercinta hingga akhir hayatnya. Meskipun sesungguhnya persoalan poligami bukanlah perilaku haram dalam ajaran Islam, tapi A. Rafiq tak pernah menyentuhnya meskipun ia memiliki ‘modal’ dan kesempatan untuk melakukannya.

Itulah bukti cinta tulus seorang A. Rafiq kepada istrinya, seperti layaknya kisah cinta nyata tokoh Habibie-Ainun. Dalam kehidupan rumah tangganya, A. Rafiq benar-benar memposisikan dirinya sebagai teladan yang baik bagi keluarganya. Jika anak-anaknya menghadapi masalah kehidupan, ia sering menjadi tempat curhat, pelindung, dan pemberi solusi bagi keluarganya.

Ketiga, semasa hidupnya meskipun berlatar belakang sebagai seniman, A. Rafiq selalu konsisten mempraktekkan kehidupan yang sangat religius sehingga selain sebagai pekerja seni ia juga dikenal sebagai seorang guru dan da’i baik bagi anak-anaknya maupun masyarakat di lingkungannya. Religiusitas seorang A. Rafiq ia tunjukkan dengan jelas, di mana dalam kesehariannya A. Rafiq sering menghabiskan waktu untuk berzikir usai shalat. Jika ia sedang berzikir tak ada satupun anak-anak atau istrinya yang berani mengganggunya. Bahkan pada detik-detik menjelang wafatnya ia tak pernah berhenti berzikir, di mana lafaz zikir yang menjadi ‘andalannya’ adalah asmaul husna.

Pada masa-masa sakit menjelang wafatnya, wasiat yang ia sampaikan kepada anak-anaknya konsisten dan tak pernah berubah, yakni pesan kepada anak-anaknya agar selalu menjaga shalat, mengaji, jaga orang tua dan permintaan agar anak-anaknya terus sekolah dengan benar. Ini menunjukkan A. Rafiq adalah sosok seniman yang memiliki wawasan keberagamaan yang sangat kuat hingga ia menjadikan perintah menjaga shalat sebagai wasiat pertama kepada anak-anaknya.

Itulah beberapa konsistensi unik dari seorang seniman besar, A. Rafiq sejak ia tenar hingga akhir hayatnya. Kini A. Rafiq telah pergi untuk selama-lamanya, meninggalkan kenangan indah, buah renungan, dan sekaligus 20 album karya spektakulernya. Kita tidak akan pernah lagi melihat seorang penyanyi dengan gaya berpakaian dan gaya menari yang unik seperti dia, kecuali lagu-lagunya yang insya Allah tidak akan lapuk oleh pergantian zaman. Ya mungkin benar kata Iis Dahlia, A. Rafiq adalah seorang seniman besar yang tak tergantikan sepanjang zaman. semoga ada yang dapat kita teladani dari seorang A. Rafiq, dan semoga kelak ada A. Rafiq – A. Rafiq lain yang mau dan mampu meneruskan konsistensinya di masa-masa yang akan datang. Selamat jalan Bang Haji Ahmad Rafiq!

Written by: Imam Hanafie el-Arwany

Tulisan ini dipublikasikan di Artikel Tokoh dan tag . Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *