Teknik Wawancara Yang Efektif

PENGERTIAN WAWANCARA

Wawancara (interview) merupakan salah satu metode pengumpulan berita, data atau fakta. Pelaksanaannya bisa dilakukan secara langsung bertatap muka (face to face) dengan orang yang diwawancarai (interviewee), atau secara tidak langsung seperti melalui telpon, internet, atau surat (wawancara tertulis).

Dewasa ini wawancara bahkan tidak hanya dipandang sebagai salah satu metode jurnalistik untuk mengumpulkan informasi, tetapi juga sudah merupakan bagian dari penyajian informasi itu sendiri yang kerap disebut sebagai ”wawancara eksklusif”. Hasil wawancara disajikan dalam bentuk tanya jawab, seolah hendak membawa pembaca turut bertanya pada narasumber atau orang yang diwawancarai tentang satu atau berbagai masalah, atau memberitahu tahu pembaca bagaimana pewawancara menggali informasi dari narasumber tadi.

Di dunia jurnalistik dikenal beberapa macam wawancara, antara lain:

  • Wawancara berita (news-peg interview), yaitu wawancara yang dilakukan untuk memperoleh keterangan, konfirmasi, atau pandangan interviewee tentang suatu masalah atau peristiwa.
  • Wawancara pribadi (personal interview), yaitu wawancara untuk memperoleh data tentang diri pribadi dan pemikiran interviewee. Berita yang dihasilkannya berupa profil interviewee, meliputi identitas diri, perjalanan hidupnya, dan pandangan-pandangannya mengenai berbagai masalah –biasanya berkaitan dengan masalah ak tual atau masalah yang terkait dengan profesinya–.
  • Wawancara eksklusif (exclusive interview), yaitu wawancara yang dilakukan seorang wartawan atau lebih (tetapi berasal dari satu media) secara khusus dengan interviewee, berkaitan dengan masalah tertentu di tempat yang telah disepakati bersama oleh pewawancara dan interviewee.
  • Wawancara sambil lalu (casual interview), yaitu wawancara yang dilakukan tidak secara khusus, berlangsung secara kebetulan, tidak ada perjanjian/kesepakatan terlebih dahulu dengan interviewee. Misalnya mewawacarai seorang pejabat sebelum, setelah, atau di tengah berlangsungnya sebuah acara yang Ia hadiri, bahkan ketika pejabat tadi berjalan menuju mobilnya untuk pulang.
  • Wawancara keliling/jalanan (man in the street interview), yaitu wawancara yang dilakukan seorang wartawan dengan menghubungi berbagai interviewee secara terpisah, yang satu sama lain mempunyai kaitan dengan masalah atau berita yang akan ditulis, Misalnya ada peristiwa kebakaran. Wartawan melakukan wawancara dengan saksi mata, korban, dan lainnya tentang peristiwa tersebut.

KIAT WAWANCARA

Para praktisi jurnalisme umumnya sependapat, tidak ada kiat mutlak mewawancarai seseorang. Setiap wartawan pada dasarnya memiliki kiat-kiat tersendiri dalam menemui dan memancing seseorang (interviewee) untuk berbicara atau berkomentar tentang hal. Namun demikian, hal umum yang harus diingat adalah pada dasarnya, wawancara bisa berjalan baik melalui kecerdikan mengajukan pertanyaan dan kepekaan mendengarkan atau mencerna jawaban. Dari sini bobot atau muatan suatu wawancara akan bergantung pada sejauh mana kecerdikan pewawancara mengajukan pertanyaan.

Kecerdikan pewawancara bergantung pada dua tahap yang harus ditempuhnya yaitu: tahap persiapan dan pelaksanaan yaitu:

 

TAHAP PERSIAPAN WAWANCARA

  1. Menentukan Topik

Pada tahap ini, pertama-tama pewawancara menentukan topik pembicaraan atau masalah apa yang akan ditanyakan –termasuk alasan atau latar belakang pemilihan topik tersebut. Hal ini harus diperhatikan betul agar pewawancara tidak bingung dengan apa yang akan ditanyakannya.

Patut diperhatikan, wawancara yang baik tidak berangkat dengan kepada kosong. Dengan demikian, pewawancara harus memahami dulu topik pembicaraan dan memahami permasalahan yang ada di seputar topik tersebut. Dan akan lebih baik, jika pewawancara sudah mempunyai pendapat atau penilaian sendiri atas masalah yang ditanyakan. Sehingga, wawancara tidak berlangsung secara monolog (satu arah), akan tetapi dalam bentuk dialog (debat). Tentu saja dialog atau debat di sini lebih diarahkan pada penggalian informasi/pendapat intervwee.

  1. Merumuskan pertanyaan

Langkah kedua, pewawancara harus merumuskan pertanyaan, yakni “pertanyaan peluru” (loaded question), terlebih bila hasil wawancara tersebut akan disajikan dalam bentuk “wawancara eksklusif’. Di sinilah dapat diketahui sejauh mana kejelian pewawancara dalam mengajukan pertanyaan yang pada akhirnya menentukan bobot muatan wawancara tersebut.

Tentu saja, rumusan pertanyaan yang telah disusun tidak bersifat kaku, melainkan fleksibel. Artinya, pertanyaan yang diajukan bisa berkembang, tidak terpaku pada rumusan yang telah disusun Pengembangannya bisa bersumber pada jawaban yang diberikan interviewee.

  1. Menjalin hubungan yang baik dengan interviewee

Langkah ketiga adalah menjalin hubungan dengan pihak yang hendak diwawancarai (interviewee). Kiat menghubungi interviewee ini bisa ditempuh melalui telepon sekaligus mengatakan apa yang hendak diperbincangkan.

Jika tidak memungkinkan dengan cara itu, kerena interviewee orang sibuk misalnya, pewawancara bisa mengejar ke tempat-tempat di mana Ia berada, misalrrya di acara-acara tertentu. Di sela-sela acara itulah pewawancara bisa mengejar interviewee dan  mengajukan pertanyaan (wawancara sambil lalu). Namun, konsekuensinya waktu sangat terbatas. Wawancara berlangsung terbatas sekali.

PELAKSANAAN WAWANCARA

Pada tahap ini, terdapat beberapa hal yang penting untuk diperhatikan, yaitu:

  1. Datang tepat pada waktu yang telah disepakati
  2. Memperhatikan penampilan.
  3. Datang dengan persiapan dan pengetahuan masalah
  4. Sebaiknya mengemukakan alasan kedatangan (maksud dan tujuan) sebagai ataupun basa-basi untuk menjaga suasana psikologis interviewee.
  5. Pertanyaan hendaknya dimulai dengan hal-hal umum (secara garis besar), dan setiap pertanyaan mengarahkan narasumber pada inti persoalan.
  6. Pertanyaan tidak bersifat interogatif atau terkesan memojokkan interviewee sebagai “terdakwa” dan hindari sebisa mungkin perkataan yang cenderung “menggurui”.
  7. Dengarkan jawaban dengan baik, dan boleb menyela jika interviewee menyimpang dari topik wawancara. Dan sebaiknya, selaan dilakukan ketika interviewee dalam kedaan rileks.
  8. Siapkan catatan. Jangan ragu untuk menuliskan dan mengajukan pertanyaan baru yang muncul saat mendengarkan pembicaraan interviewee. Sebab, dalam proses wawancara kadang muncul masalah baru yang bisa dikembangkan. Dengan kata lain, pewawancara harus siap mengembangkan masalah asalkan masih berkaitan dengan tema yang dibicarakan.

Selain itu, pelaksanaan wawancara akan lebih baik jika pewawancara mengenal baik biografi interviewee, jabatannya, wataknya, hobinya, dan lain-lain menyangkut diri narasumber. Adapun hal yang harus dihindari selama wawancara, antara lain: jangan menjilat, sok akrab, dan menjual nama orang.

Satu hal lain yang tak kalah pentingnya yaitu harusmenghormati sesuatu yang dinyatakan off the record atau for your eyes only. Kode Etik Jurnalistik pun menggariskan (Pasal 5 ayat 2), keterangan-keterangan yang diberikan secara off the record tidak boleh disiarkan, kecuali apabila wartawan yang bersangkutan secara nyata-nyata dapat membuktikan bahwa ía sebe!umnya memiliki keterangan keterangan yang kemudian ternyata diberikan secara off the record itu.

Selesai melakukan wawancara, sebaiknya langsung menuliskan (transkrip) hasilnya. Jika penulisan ditunda-tunda, maka dapat mengganggu kesegaran atau daya ingat pewawancara, yang berakibat pada kekurangan atau kekeliruan penulisan hasil wawancara tersebut. Jika ada pernyataan/kata-kata yang meragukan, bisa ditanyakan kembali atau dikonfirmasi kepada interviewee. Jika tidak memungkinkan bisa menanyakannya kepada sumber lain.

————————————————————-

Written by: Imam Hanafie el-Arwany

Disampaikan dalam diskusi Cakrawala

Sabtu, 30 Juli 2005

Ilustrasi: private collections

————————————————————

 

Tulisan ini dipublikasikan di Artikel Jurnalistik dan tag . Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *